Monday, February 23, 2015

Hadits Qudsi


Sering kita mendengarkan dalam kehidupan sehari-hari tentang hadits qudsi. apakah hadits qudsi itu? apakah beda hadits qudsi dengan hadits nabawi secara umum ?  apakah derajatnya sama dengan Al Quran ? inilah yang akan kita bahas disini.

Ungkapan hadits qudsi terdiri dari dua kata, hadits dan qudsi.
Hadits [arab: الحديث]: segala yang dinisbahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik berupa ucapan, perbuatan, persetujuan, atau karakter beliau.
Qudsi [arab: القدسي] secara bahasa diambil dari kata qudus, yang artinya suci. Disebut hadits qudsi, karena perkataan ini dinisbahkan kepada Allah, al-Quddus, Dzat Yang Maha Suci.

Hadits Qudsi secara Istilah

Ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadits qudsi
Al-Jurjani mengatakan,
الحديث القدسي هو من حيث المعنى من عند الله تعالى ومن حيث اللفظ من رسول الله صلى الله عليه وسلم فهو ما أخبر الله تعالى به نبيه بإلهام أو بالمنام فأخبر عليه السلام عن ذلك المعنى بعبارة نفسه فالقرآن مفضل عليه لأن لفظه منزل أيضا
Hadits qudsi adalah hadis yang secara makna datang dari Allah, sementara redaksinya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga hadits Qudsi adalah berita dari Allah kepada Nabi-Nya melalui ilham atau mimpi, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan hal itu dengan ungkapan beliau sendiri. Untuk itu, al-Quran lebih utama dibanding hadits qudsi, karena Allah juga menurunkan redaksinya. (at-Ta’rifat, hlm. 133)
Sementara al-Munawi memberikan pengertian,
الحديث القدسي إخبار الله تعالى نبيه عليه الصلاة والسلام معناه بإلهام أو بالمنام فأخبر النبي صلى الله عليه وسلم عن ذلك المعنى بعبارة نفسه
Hadits qudsi adalah berita yang Allah sampaikan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam secara makna dalam bentuk ilham atau mimpi. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan berita ‘makna’ itu dengan redaksi beliau. (Faidhul Qodir, 4/468).
Demikian pendapat mayoritas ulama mengenai hadits qudsi, yang jika kita simpulkan bahwa hadits qudsi adalah hadits yang maknanya diriwayatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah, sementara redaksinya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan inilah yang membedakan antara hadits qudsi dengan al-Quran. Dimana al-Quran adalah kalam Allah, yang redaksi berikut maknanya dari Allah ta’ala.
Kemudian, ada ulama yang menyampaikan pendapat berbeda dalam mendefinisikan hadits qudsi. Diantaranya az-Zarqani. Menurut az-Zarqani, hadits qudsi redaksi dan maknanya keduanya dari Allah. Sementara hadits nabawi (hadist biasa), maknanya berdasarkan wahyu dalam kasus di luar ijtihad Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara redaksi hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Az-Zarqani mengatakan,
الحديث القدسي أُوحيت ألفاظه من الله على المشهور والحديث النبوي أوحيت معانيه في غير ما اجتهد فيه الرسول والألفاظ من الرسول
Hadits qudsi redaksinya diwahyukan dari Allah – menurut pendapat yang masyhur – sedangkan hadits nabawi, makna diwahyukan dari Allah untuk selain kasus ijtihad Rasulullah, sementara redaksinya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Manahil al-Urfan, 1/37)
Berdasarkan keterangan az-Zarqani, baik al-Quran maupun hadits qudsi, keduanya adalah firman Allah. Yang membedakannya adalah dalam masalah statusnya. Hadits qudsi tidak memiliki keistimewaan khusus sebagaimana al-Quran. (simak: Manahil al-Urfan, 1/37)

Beda Hadits Qudsi dengan al-Quran

Terlepas dari perbedaan ulama dalam mendefinisikan hadits qudsi, ada beberapa poin penting yang membedakan antara hadits qudsi dengan al-Quran, diantaranya,
Al-Quran: turun kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawa oleh Jibril sebagai wahyu
Hadits Qudsi: tidak harus melalui Jibril. Artinya, bisa melalui Jibril dan bisa tidak melalui Jibril, misalnya dalam bentuk ilham atau mimpi.
Al-Quran: sifatnya qath’i tsubut (pasti keabsahannya), karena semuanya diriwayatkan kaum muslimin turun-temurun secara mutawatir.Karena itu, tidak ada istilah ayat al-Quran yang diragukan keabsahannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hadits Qudsi: tidak ada jaminan keabsahannya. Karena itu, ada Hadits Qudsi yang shahih, ada yang dhaif, dan bahkan ada yang palsu.
Al-Quran: membacanya bernilai pahala setiap huruf. Orang yang membaca satu huruf al-Quran mendapat 10 pahala.
Hadits Qudsi: semata membaca tidak bernilai pahala. Kecuali jika diniati untuk mempelajari, sehinga bernilai ibadah pada kegiatan mempelajarinya.
Al-Quran: teks dan maknanya merupakan mukjizat. Karena itu, tidak ada satupun makhluk yang bisa membuat 1 surat yang semisal al-Quran.
Hadits Qudsi: teks dan maknanya bukan mukjizat. Sehingga bisa saja seseorang membuat hadits qudsi palsu.
Al-Quran: bersifat sakral, sehingga orang yang mengingkari satu huruf saja statusnya kafir.
Hadits Qudsi: tidak sakral, sehingga mengikuti kajian hadis pada umumnya. Karena itu, bisa saja orang tidak menerima hadits qudsi, mengingat status perawinya yang tidak bisa diterima.
Al-Quran: tidak boleh disampaikan berdasarkan maknanya tanpa teks aslinya persis seperti yang Allah firmankan. Tidak boleh ada tambahan atau pengurangan satu hurufpun.
Hadits Qudsi: boleh disampaikan secara makna.
Al-Quran: menjadi mukjizat yang Allah gunakan untuk menantang manusia, terutama masyarakat arab.
Hadits Qudsi: tidak digunakan sebagai tantangan kepada makhluk Allah lainnya.

Istilah Lain Hadits Qudsi

Beberapa ulama menyebut Hadits Qudsi dengan selain istilah yang umumnya dikenal masyarakat. Ada yang menyebutnya Hadits Ilahi atau Hadits Rabbani. Semacam ini hanya istilah, yang hakekatnya sama, yaitu hadits yang dinisbahkan kepada Allah.
Diantara ulama yang menggunakan istilah hadits ilahi adalah Syaikhul Islam sebagaimana beberapa keterangan beliau di Majmu’ Fatawa dan Minhaj as-Sunnah. Demikian pula al-Hafidz Ibnu Hajar.
Dalam salah satu pernyataannya, al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,
الأحاديث الإلهية: وهي تحتمل أن يكون المصطفى صلى الله عليه وسلم أخذها عن الله تعالى بلا واسطة أو بواسطة
Hadits Ilahi ada kemungkinan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambilnya dari Allah tanpa perantara atau melalui perantara. (Faidhul Qodir, 4/468).
Sementara ulama yang menggunakan istilah hadits Rabbani diantaranya adalah Jalaluddin al-Mahalli, salah satu penulis tafsir Jalalain. Dalam salah satu pernyataannya,
الْأَحَادِيثَ الرَّبَّانِيَّةَ كَحَدِيثِ الصَّحِيحَيْنِ: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي
Hadits Rabbani itu seperti hadits yang disebutkan dalam dua kitab shahih: “Saya sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku. (Hasyiyah al-Atthar ’ala Syarh al-Mahalli).
Allahu a’lam.
(dari berbagai sumber)

0 comments:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com